Kamis, 26 Desember 2013 0 komentar

Akhir Cerita (ini)

ahkir merupakan kata yang sangat tak pernah hidup dibayangan ku, kamus ku tak mencatat kata itu, entah kenapa aku sekarang ingin mengatakanya pada hujan, bayanga ku, gerimis malam minggu, pohon yang diterjang angin, dan kamu ibu tiri yang kejam, sekarang kamusku bertambah satu kata yaitu akhir, ya akhir dari semuanya yang telah aku lakukan selama berbulan-bulan mengejar harapan yang di berikan oleh yang ku inginkan, tulisan ini tak beraturan termanya, kenapa? ya karena ini akhir, akhir yang ku alami kali ini tak berbentuk hancur tenggelam bersama suara keyboard yang berdetak tak karuan tertinju jari-jari ku yang kehilangan arah, menyalurkan keganjilan dari hati menuju orak dan di eksekusi langsung olehnya. mungkin aku terlalu serius menjalani semua ini, jadi akibatnya pu serius menekan seluruh otak dan hati ku, padahal baru kali ini aku serius dalam hal seperti ini, mungkin aku akan kembali pada ketidakseriusanku yang lamapu, yang begitu indah, tak seperti kali ini yang sangat pahit, oke! akhiri saja cerita ini aku milai lelah dengan harapan, cinta dan kamu ibu tiri yang kejam, terimakasih atas segala harapanya, akupun terkesan dengan semua yang kau berikan, sudah-sudahlah aku ingin menyanyikan lagu ini untuk mu, ..


Kau membuat ku berantakan
Kau membuat ku tak karuan
Kau membuat ku tak berdaya
Kau menolakku acuhkan diriku
Bagaimana caranya untuk
Meruntuhkan kerasnya hatimu
Ku sadari ku tak sempurna
Ku tak seperti yang kau inginkan

Kau hancurkan aku dengan sikapmu
Tak sadarkah kau telah menyakitiku
Lelah hati ini meyakinkanmu
Cinta ini membunuhku
Bagaimana caranya untuk
Meruntuhkan kerasnya hatimu
Ku sadari ku tak sempurna
Ku tak seperti yang kau inginkan

Lelah hati ini meyakinkanmu
Cinta ini membunuhku
   
Senin, 02 Desember 2013 0 komentar

Bodohnya aku yang mencintaimu

Matahari menyongsong dengan semangat menerobos dinginya embun, menguak kabut asap yang menutupi indahnya pagi, kicauan simponi burung pipit beralunan dengan suara ayam berkokok, sebuah rumah itu masih terlihat sepi, didalamnya terdapat dua oarang mahasiswa tanggung yang sedang mengukir mimpinya dalam tidur. Zay, akulah salah satu dari mahasiswa itu, manusia urakan yang tidak kenal tentang aturan. mahasiswa pemalas selalu mengenakan celana bolong, kaos tanpa kerah, sepatu tanpa kaos kaki, dan lain sebagainya, hari ini aku ingin melupakan, ingin lupa ingatan tepatnya, melupakan dia wanita tak begitu cantik itu yang sangat mengganggu otak dan pikirannya. dua kali aku mengungkapkan isi hatinya duakali pula ia menerima sakitnya "pupus", untuk saat ini  aku benar-benar ingin membuang ingatan, perasaan itu kepadanya, apa yang telah kulakukan, telah kuberikan semuanya akan kuanggap hanya dalam mimpi belaka, memang aku bodoh sebodoh keledai yang mengulangi kesalahan yang sama, terjerumus oleh harapan yang tak ku tau apa artinya. aku di sini di depan leptop ini sedang melakukan sebuah sumpah pribadi dan tak akan ku tulis dalam blog ini. 

tanah air, 2 12 2013  
Sabtu, 23 November 2013 0 komentar

masalah

hampir setiap malam Zay tak bisa tidur, mahasiswa semester lima itu sedang didera berbagai masalah. masalah dirinya, masalah organisasinya, masalah tempat tinggalnya, dan masalah hatinya. enatah apa yang sedang terjadi ketika ia berjalan lunglai dengan air wajah yang keruh, kusut dan sebagainya yang terlihat oleh orang lain begitu merana. dia berhenti pada sebuah genangan air keruh berkaca dia disana tak bisa ia melihat muka kusutnya digenangan air keruh itu, masalahnya begitu banyak, tubuh kurusnya seakan tidak mampu menopang sendi sendi yang begitu banyak menanggung beban, layaknya grobak tua membawa berton padi di atasnya.
Kamis, 14 November 2013 0 komentar

Wanita Tak Begitu Cantik


Empat buah novel berserakan diatas meja kusam berdebu, kamar yang tak terlalu besar baju kotor tergantung semaunya, bayangan Dewi Lestari, Ayu Utami masih membayang hangat dibenak Zay, ia manusia setengah matang yang kadang masih labil dalam segala urusan, pagi ini Zay bangun dengan badan terasa sangat lelah, kusut, semerawut, dengan perasaan yang tak bisa diajak untuk semangat hari ini, hari ini senin, jadwal kuliah tak dihiraukannya lagi, yang diinginkannya hari ini bisa membuang perasaan yang sangat menyiksanya disetiap malam, pagi, siang dan bahkan memotong waktu tidurnya, semuanya berawal dari kenyataan yang diterimanya dari seseorang yang benar-benar membuat otak sempoyongan, tampil disetiap sudut otaknya, dibuatnya error otak ini, bahkan Zay pernah hampir mati jatuh dari kendaraan sialan yang selalu disayanginya, akibat dari memikirkan orang yang tak pernah memikirkan perasaanya. 
Malam itu setengah dari malam yang akan melelahkan, Zay bertemu orang yang selalu dianggap sebagai kakaknya disini, Zay mendengar kabar tidak bagus tentangnya, tentang Zay yang menjadi Marquez yang menyerobot Lorenzo untuk merebut podium dengan wanita tak begitu cantik diatasnya, pada awalnya Zay tidak percaya dengan semua itu, tetapi semuanya dia bicarakan dengan jelas bahwa Lorenzo benar-benar menantangnya hari itu dengan menyebut inisial Zay dengan jelas pada sebuah jejaring sosial yang tak pernah punya account-nya, ini yang menyulut Iron Man untuk Membuat beribu baju perang untuk menghancurkan Mandarin , dinding-dinding hatinya mengembang, mengisi penuh setiap inchi rongga dadanya, sesak, jantungnya berdetak tak beraturan, bak si jago merah yang melahap dedaunan kering ditengah padang yang luas, tertiup angin malam semakin besar pula dampaknya, sungguh malam yang panjang yang dialami Zay, malam jahanam. Semangatnya surut, perasaannya gundah, seperti semuanya ingin ia keluarkan dalam sebuah teriakan kosong di atas himalaya yang tak pernah didengar siapapun, kecuali tuhannya. hari itu semua kegiatanya terasa pucat tak berwarna, ia lalui tanpa semangat, hanya senyum kusam dimuka kusamnya.
Zay, lelaki tangguang yang masih labil, yang suka girlband Jkt48, kadang suka musik rock juga, dia memang aneh, hidupnya penuh kontradiksi, keahliannya tak banyak, tapi yang paling menonjol adalah membuat suasana hangat dalam setiap pembicaraan, entah dari mana dia mendapatkan kemampuan itu, mungkin dia pelajari dari alam yang selalu hangat menyapa disetiap pagi, dan menyejukan pada malam hari, kesalahan terbesar dalam hidupnya adalah yang sekarang ia alami, mencintai tanpa berpikir, apakah cinta harus dipikirkan? bukankah cinta bukan berasal dari otak, ini soal perasaan, tidak ada sangkutanya dengan pikiran, tapi pada nyatanya cinta bisa mempengaruhi kerja otak, asu'dah'lah, persetan dengan semua itu, pikirnya. Zay memang mencintai karena dia melihat orang dengan kebiasaanya,cinta datang karena terbiasa, tumbuh bersama rerumputan yang menghijau jika disiram air yang tulus, berkembang tak beraturan setiap harinya, Zay tidak mengerti apa yang sedang terjadi padanya,  hari-hari yang ia jalani memang indah saat wanita tak begitu cantik itu ada di dekatnya, entah harus memakai kalimat apa untuk menggambarkan perasaan Zay pada saat itu.
Tibalah malam itu, rintik hujan sudah lelah menyirami rerumputan yang sedang tidur itu, semua kegiatan Zay hari itu sangat melelahkan, tapi dia masih bisa menata kata-kata untuk menyelesaikan kegundahan dihatinya, api unggun menyalakan kembali semangat dan keberanianya, untuk melakukan apa yang tidak dilakukan oleh para pengecut yang hanya bisa mengumpat dibelakang topengnya, malam itu Zay benar-benar sudah siap dengan segala resiko yang akan terjadi. merangkai buih-buih tak beraturan, menatanya sedemikian rupa, di bawah malam yang penuh benda-benda bertebaran tak beraturan tetapi indah ketika pandangan menyapu setiap benda itu, api  unggun yang telah jadi bara merah merona hanya menyisakan kehangatan, seakan telah jinak oleh kesejukan malam itu, duduk berdua di kursi kerdil, Zay memulainya dengan hati-hati, tak ingin salah dalam setiap kata yang keluar dari mulutnya. pita suaranya terasa kaku tak seperti layaknya, kata demi kata, kalimat demi kalimat, tersusun sempurna, semuanya mengalir lembut, terkadang hening sejenak, lalu mengalir kembali, hingga pada saatnya Zay mengungkapkan apa yang sedang dirasakannya kepada wanita disebelahnya, hening alam sedang mendengarkan apa yang diucapkan Zay pada wanita tak terlalu cantik itu, perlahan, lembut, namun semuanya tersampaikan yang pada intinya Zay mengungkapkan rasa cintanya pada wanita tak terlalu cantik itu, jawaban pun berlangsung sangat perlahan tak ingin sekecil semut pun yang mendengarnya, hanya kami yang tak sempat menjadi kami yang mendengar dan memahami semua perkataan itu, ini perasaan yang berbicara. setelah semua kata yang beranjak dari bibir mungilnya telah meninggalkan sebuah kecewa dalam diri Zay, lelaki itu tidak menunjukan apa yang sedang dia rasakan berusaha menutupi luka kecil itu yang teriris oleh cintanya sendiri yang tak bersambut, bintang-bintang bersembunyi dibalik gelapnya malam itu, dingin yang tak terasa dingin lagi, bara merah didepannya membeku tak menghasilkan asap, semuanya telah hilang berlalu hanya meninggalkan jejak kecil yang pedih tak berperi,  gelap. sungguh gelap. ternyata hati sang wanita telah berisi penuh oleh lelaki metro teman Zay sendiri. semakin gelap.
Hari-hari selanjutnya Zay bersikap seperti biasanya, tak peduli dengan apa yang terjadi pada dirinya, namun dia masih menjaga jarak dengan wanita tak begitu cantik itu, karena dia tahu dia bukan orang yang dikehendaki untuk dekat dengan wanita itu, tetapi wanita tak begitu cantik itu  menganggap sikap Zay tak wajar seakan ingin membuang dirinya. padahal Zay bersikap seperti itu agar lelaki metro itu bisa mendekatinya seperti yang diinginkan wanita tak begitu cantik itu. Zay mengharapkan wanita tak begitu cantik tapi imut itu bisa bahagia pilihanya, semoga.
Jumat, 26 April 2013 0 komentar

TAHU


TAHU

ku tahu kau

ku tahu kalian

ku tahu kau dan kalian

kau dan kalian pun tahu

aku, kau dan kalian tahu

tahu tapi takut

tahu tapi pengecut

tahu tapi cuma ngumpet

tahu tapi aku, kau dan kalian diam

diam dalam ketakutan

CZA. tanah air, 2013

0 komentar

SEPEDA KU, UNTUK KESEHATAN KU DAN BUMI KU
Cepi Zaenal Arifin (2222111101)
Pada mulanya sepeda merupakan alat transportasi yang begitu populer di Eropa sekitar  tahun 1790an, pertama dikembangkan di inggris dengan nama Hobby Horses dan Celeriferes dengan kontruksi yang belum sempurna seperti sekarang, kedua jenis sepeda tersebut hanya memiliki dua roda yang terpasang pada kerangka kayu, ban bagian depan terlihat lebih besar dari ban bagian belakang, dari ban bagian depan tersebutlah terpasang pedal dan batang kemudi. Meski begitu, sepeda sangat menolong orang untuk melakukan perjalanan, namun selanjutnya perkembangan sepeda sangat pesat John Kemp Starley menemukan solusinya. Ia menciptakan sepeda yang lebih aman untuk dikendarai oleh siapa saja pada 1886. Sepeda ini sudah punya rantai untuk menggerakkan roda belakang dan ukuran kedua rodanya sama. Namun penemuan tak kalah penting dilakukan John Boyd Dunlop pada 1888. Dunlop berhasil menemukan teknologi ban sepeda yang bisa diisi dengan angin (pneumatic tire). Dari sinilah, awal kemajuan sepeda yang pesat. Beragam bentuk sepeda berhasil diciptakan.
Seperti diketahui kemudian, sepeda menjadi kendaraan yang mengasyikkan untuk dikendarai di Indonesia , perkembangan sepeda banyak dipengaruhi oleh kaum penjajah, terutama Belanda. Mereka memboyong sepeda produksi negerinya untuk dipakai berkeliling menikmati segarnya alam Indonesia. Kebiasaan itu menular pada kaum pribumi berdarah biru. Akhirnya, sepeda jadi alat transportasi yang bergengsi pada masa itu.
Berikut adalah berbagai macam sepeda yang biasa digunakan oleh masyatakat di Indonesia. Sepeda Ontel merupakan Sepeda yang sering dikendarai oleh masyarakat zaman dahulu tahun 1970 dan, sepeda ini memiliki teknologi yang sudah bisa disebut canggih karena sudah memiliki komponen-komponen yang mempermudah untuk dikendarai, bahkan dipulau jawa ditemukan sepeda ontel ini dijadikan teman oleh para petani untuk pergi ke sawah, ladang, kebun bahkan ke pasar oleh ibu rumah tangga, sepeda ini kuat untuk membawa beban yang berat, bahkan para petani menggunakan sepeda ini untuk membawa hasil panen dari sawah sampai kerumah mereka, namun setelah berkembang jenis trasportasi yang lain maka sepeda ontel mulai ditinggalkan oleh penggunannya, kemudian mereka beralih pada alat tranportasi yang lebih cepat dan mudah dikendarai, seperti motor dan mobil. Mamun sepeda ontel mulai tenar atau terkenal kembali karena pada tahun 2000an berkat kelangkaanya dan usianya. bahkan di berbagai desa dan kota mulai tumbuh kembali menjadi sepeda yang populer bahkan sekarang sudah muncul berbagai macam komunitas sepeda ontel yang biasanya di sesuaikan dengan kostum kostum yang unik dan menarik bergaya ala belanda, karena memeang pada mulanya sepeda ontel dibawa oleh penjajah belanda ke Indonesia untuk mengelilingi keindahan panorama alam yang indah nan asri. 
Seiring dengan perkembangan zaman muncul lagi sepeda yang bernama sepeda BMX atau singkatan dari Bicycle Moto Cross, mengapa kata terakhir tidak sesuai dengan kependekannya, sebenarnya Cross biasa dialmangkan dengan huruf X, maka jadilah BMX. sepeda ini awalnya muncul dari hobi olahraga gaya bebas atau biasa kita sebut free style, sepeda ini biasanya digunakan oleh para free style di arena yang sudah disediakan berupa halangrintang, dan berbagai bentuk tanjakan dan turunan untuk dilewati. seperti layaknya sirkuit arena balap motor cross, tetapi dalam bentuk lebih kecil, biasanya terdapat pada lapangan parkir terbuka.
Pengendara sepeda ini biasanya menggunakan body protector untuk menghindari cedera yang dialami saat melintasi arena yang telah disediakan tersebut, kebanyakan peminat yang menggandrungi sepeda ini adalah dari kalangan anak muda, yang masih tinggi rasa ingin mencoba sesuatu yang mengasyikan bagi mereka. Komunitas-komunitas sepeda BMX seringkali ditemukan di kota-kota besar yang sudah modern dan tersedia fasilitas arena bermain sepeda BMX.
Selanjutnya ada Sepeda Gunung atau yang biasa di sebut (All Terrain Bike/ATB) adalah sebuah sepeda yang di desain secara khusus untuk menjalani medan yang berat. Ciri - ciri sepeda ini adalah ringan dan menggunakan shock breaker atau peredam kejut. Sepeda ini biasa di gunakan karena kegunaannya yang praktis dan ringan dengan memiliki gigi seperti sepeda motor.
Muncul lagi sepeda yang sangat praktis untuk dibawa kemanapun anda pergi, bisa dibawa ke Sekolah, kantor, kampus dan lain sebagainya, sepeda ini tidak membutuhkan tempat parkir yang luas, Sepeda Lipat, Sepeda lipat merupakan  sepeda yang dapat di lipat dan dirancang sesuai kebutuhan agar dapat disimpan dalam segala posisi di dalam rumah, kantor, ataupun tempat lainnya. Sepeda ini mulai terkenal karena kepraktisannya yang dapat di bawa kemana - mana.
Terakhir, Sepeda Fixie Atau bahasa kerennya fixed gear, sepeda yang di rancang secara unik, tampilan cerah dan kesederhanaan tanpa banyak tali atau kabel kabel rem yang menggangu. Sepeda ini mengerem dengan menggunakan goesannya yang di putar ke belakang dan akan mengurangi kecepatan sepeda. Tapi jangan di samakan dengan terpedo, Kalau torpedo pedal masih bisa berhenti mengayuh saat roda belakang berputar. Pokoknya sepeda ini memiliki keunikan dan tampilan cerah yang diminati pada masa ini. Sebenarnya masih banyak jenis sepeda yang ada di Indonesia. tetapi yang masih sering terlihat di di berbagai tempat ialah sepeda yang tersebut diatas.
Semakin panasnya permukaan bumi ini, semakin menuntut kita untuk mengurangi efek terjadinya global warming. Apabila kita tidak peduli maka akan bertambah parah pula keadaanya. Berganti kendaraan ke sepeda adalah salah satu solusi untuk mencegah global warming. Selain itu setelah kita uraikan diatas perkembangan sepeda dari zaman ke zaman mengalami evolusi yang sangat menakjubkan tidak kalah menarik dengan kendaraan lainnya.
Bersepeda atau ngegowes sekarang ini mulai dimunculkan kembali dengan seringnya diadakan sepeda santai atau fun bike disetiap acara peringatan hari-hari besar seperti hari kemerdekaan, hari sumpah pemuda dan lain sebagainya, ini juga sebagai kampanye pencegahan pemanasan global.
Bersepeda baik juga untuk kesehatan, terutama baik untuk jantung Anda, Olahraga bersepeda erat hubungannya dengan peningkatan kebugaran kardiovaskular atau kesehatan pembuluh darah dan jantung, serta penurunan risiko penyakit jantung koroner.  Bersepeda baik untuk otot-otot, Mengendarai sepeda sangat baik untuk mengencangkan dan membangun otot terutama di bagian bawah tubuh seperti betis, paha, dan bagian belakang.  Menjaga ukuran pinggang tetap ideal, Anda dapat membakar banyak kalori saat bersepeda, terutama ketika harus menggowes lebih cepat daripada biasanya. Bersepeda tidak hanya efektif dalam membantu Anda menurunkan berat badan, tetapi juga meningkatkan metabolisme tubuh. Perpanjang umur, Bersepeda adalah cara yang terbaik untuk meningkatkan umur Anda. Sejumlah riset menunjukkan bahwa melakukan aktivitas bersepeda secara rutin telah dikaitkan dengan penambahan usia, bahkan ketika harus disesuaikan dengan risiko cedera saat mengendarai sepeda. Bersepeda baik untuk koordinasi, Aktif menggerakan kedua kaki untuk mengayuh, sementara kedua tangan mengendalikan kemudi merupakan praktik yang baik untuk melatih keterampilan koordinasi tubuh Anda. Baik untuk kesehatan mental: Bersepeda telah dikaitkan dengan peningkatan kesehatan mental.  Meningkatkan sistem kekebalan tubuh: Bersepeda dapat memperkuat sistem kekebalan tubuh, sekaligus menjadi alat proteksi terhadap jenis penyakit kanker tertentu.






Minggu, 17 Juni 2012 0 komentar

SENGKETA SASTRA DAN POLITIK

Nama              : Cepi Zaenal Arifin
NIM                : 2222111101

SENGKETA SASTRA DAN POLITIK
(Membandingkan Esai Wan Anwar, Afisal Malna, dan Goenawan Mohamad)

            Seperti peraturan pemerintah tentang otonomi daerah, yang menyerahkan kekuasaan sepenuhnya kepada pemerintah daerah untuk mengatur dan memberdayakan daerahnya, begitupun dengan Sastra mempunyai otonomi tersendiri yang berdiri tegak dalam wilayah dengan aturan-aturan keindahan yang menggambarkan kehidupan yang ada dalam masyarakat, begitu juga dikubu politik yang mempunyai wilayah yang mengatur keberlangsungan kehidupan bermasyatakat, berbangsa, dan bernegara yang identik dengan “simbol kekuasaan”. Seperti layaknya daerah yang mempunyai perbatasan bedekatan selalu saja ada sengketa yang tak akan surut diterpa perubahan zaman, selalu ada dan tak akan pernah selesai. Sastra yang identik dengan seni dan kebebasan yang indah selalu menggambarkan kehidupan bermasyarakat termasuk kehidupan politik dengan campur tangan kreatif sang pengarang, sedangkan politik dianggap sebagai catur orang-orang yang haus akan kekuasaan yang membelenggu jiwa.
            Sastra tidak hanya berupa karya hasil imajinatif seorang pengarang, namun sastra adalah salah satu cara menikmati peristiwa-peristiwa politik yang begitu mendominasi kehidupan kita, satra selalu hadir dengan muka yang berbeda dengan muka-muka politik, memiliki pilihan yang berbeda, pandangan berbeda, inilah yang membuat persoalan menjadi rumit, masalahnya adalah Politik yang selalu mengekang kretifitas pelaku seni pada masa revolusi maka disini sastra sebagai pemberontak terhadap kekuasaan politik, dari masa ke masa selalu terjadi pemberontakan misalnya, pada tahun 1926 perlawanan Rustam Effendi dengan novel bebasari yang mendapat kecaman dari berbagai pihak yang membaca novel tersebut. Dalam novel tersebut menggambarkan bagaimana seorang pemuda melawan belenggu orang tuanya sendiri untuk melepaskan putri Bebasari yang menyimbolkan ibu pertiwi, pemerintahan kolonial yang pada saat itu masih berada di Nusantara dengan kekuasaan penuh membelenggu setiap kreatifitas yang ada, rakyat Indonesia pada saat tu tak ada yang berani menatap keatas, apa lagi sampai mengkritik pemerintahanya, bahkan pada saat itu buku-buku yang tidak sesuai keinginan politik kolonial tidak akan mendapat izin terbit. dalam esai Afrizal Malna tidak begitu menjelaskan tentang sastra dan politik, namun lebih menonjolkan bagaimana sastra terbelenggu oleh tradisi yang dibuat oleh monopoli kekuasaan kolonial, Afrizal menggambarkan “beberapa penyair yang dalam puisinya pernah memperlibatkan semangat pemberontakan”.
            Tujuan pemberontakan dalam esai “pembaca tidak memesan sastra modern”  ini sebetulnya pemberontakan terhadap keterbatasan akibat terbelenggu  dan mencari kemungkinan untuk perkembangan yang baru, yang menjadikan sastra indonesia menjadi lebih baik, sastra tidak selalu menyerang politik, sastra membicarakan politik karena politik yang terlebih dahulu membuat keadaan yang tidak pantas, sehingga sastra terpaksa untuk berdiri dan bersuara lantang, selain sastra memang siapa yang lebih berani menyuarakan suara rakyat kecil dengan begitu tegas, namun tetap pada aturan yang ada dalam sastra yaitu seni dan kreatifitas yang indah sehingga menarik untuk dibaca, dari pembaca ini lah sastra menumbuhkan pemberontakan terhadap kekuasaan yang kurang baik dalam pemerintahan.
            Persengketaan yang lebih besar menurut saya adalah tentang manifesto kebudayaan konsep kebudayaan nasional yang dikeluarkan oleh para seniman dan cendikiawan Indonesia pada tahun 1963. Manifes ini bertujuan melawan momopoli dan tekanan dari golongan kesusastraan realisme sosial yang dipraktekkan oleh seniman-seniman yang terhimpun dalam Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra). Manifesto Kebudayaan juga dijuluki  sebagai Manikebu. didalam Manifes Kebudayaan tersebut adalah tentang cita-cita politik nasional, lebih lengkap mengenai isi Manifes Kebudayaan sebagai berikut: “Kami para seniman dan cendekiawan Indonesia dengan ini mengumumkan sebuah Manifes Kebudayaan, yang menyatakan pendirian, cita-cita politik Kebudayaan Nasional kami. Bagi kami kebudayaan adalah perjuangan untuk menyempurnakan kondisi hidup manusia. Kami tidak mengutamakan salah satu sektor kebudayaan di atas sektor kebudayaan yang lain. Setiap sektor berjuang bersama-sama untuk kebudayaan itu sesuai dengan kodratnya.
Dalam melaksanakan Kebudayaan Nasional, kami berusaha menciptakan dengan kesungguhan yang sejujur-jujurnya sebagai perjuangan untuk mempertahankan dan mengembangkan martabat diri kami sebagai bangsa Indonesia di tengah-tengah masyarakat bangsa-bangsa.
PANCASILA adalah falsafah kebudayaan kami”. dengan ditandatangani oleh para sastrawan dan cendikiawan  Indonesia salah satunya adalah Goenawan Muhamad. Manifes ini tidak berjalan begitu saja, seperti suatu hal yang baru pasti menimbulkan prokontara diantara pendukung dan penolaknya, tidak lama setelah itu Presiden Sukarno melarang adanya Manifes Kebudayaan ini dengan alasan sudah ada Manifesto Politik Republik Indonesia yang telah menjadi Garis Besar Haluan Negara dan tidak mungkin ada yang berdiri mendampingi Manifesto ini, selain itu para sastrawan dan cendikiawan ini menunjukan sikap yang kurang setuju dengan “Revolusi” karena revolusi dianggap menjadi kesewenang-wenangan yang dilakukan oleh partai politik pada saat kejadian besar itu terjadi. Perlawananpun menyeruak dikalangan sastrawan Manikebu. Lekra dengan pandangan realis sosialis yang mengangkat tentang kebudayaan rakyat dan pembebasan kaum tertindas, lekra layaknya boneka politik hanya sebagai alat untuk menarik perhatian rakyat agar percaya terhadap politik yang dijunjungnya. Ini akan mengancam prinsip-prinsip estetika dan menjerumuskan karya seni pada alat  politik untuk menarik hati masyarakat.
            Kita lirik esai Wan Anwar yang berjudul “menggali akar, menuju luar”   memperlihatkan bagaimana superior kekuasaan orde baru yang menutup semua kemungkinan bagi sastra untuk berkembang menjadi bunga teratai yang indah, pada masa ini tidak ada yang berani yang menggoyahkan pohon beringin yang tertancap kedasar perut bumi, sastrawan pada saat itu seperti malu-malu mengungkapkan isi pikirannya, dengan bahasa yang sangat gelap mereka semata-mata ingin bersuara dan menolak belenggu yang mengikat ini, bahasa-bahasa yang digunakan sangat tidak dimengeti oleh masyarakat awan karena disana memiliki kerumitan yang dibuat agar tidak diketahui maksudnya oleh pemerintah pada saat itu.
Contoh puisi pamflet yang digunakan oleh Rendara pada masa pembangunan, saya menemukan dalam “Tempo online” tentang sekelumit sastra dan politik:  “kumpulan sajak Rendra Potret Pembangunan Dalam Puisi (terbitan LSP, 1980). Dalam buku itu Rendra menulis pamflet. Pamflet bukan tabu bagi penyair, katanya. Di situ, alhasil, kita hanya menemui "sisa-sisa" kebagusan puisinya yang lama. Yang hendak ditonjolkannya adalah pesan-pesan politik. Sebagai "risalah potitik" ia tajam. Sebagai bacaan tetap punya tempat dan daya tarik kuat. Sebagai penyair Rendra nampaknya memang bukan penyair "puritan". Setiap bentuk puritanisme mengandung ketidakbebasan. Ternasuk ketidak-bebasan untuk mengatakan sesuatu yang "jorok", mengekspresikan sesuatu secara apa maunya. Dalam hubungan ini pamflet Rendra agaknya tak tepat hanya didekati sebagai karya sastra. Melintasi itu, ia lebih menekankan soal keterlibatannya pada masalah "pembangunan"”.  Yang dimaksud dengan “puritan” disini adalah orang yang hidup menganggap kemewahan dan kesenangan sebagai sesuatu yang salah atau dosa. Rendra sebagai sastrawan yang bebas menugkapkan gagasan kedalam puisi sebagai respons politik yang terjadi pada saat itu. Pemberontakan yang dilakukan Rendra bukanlah eksistensi kebaruan yang dirumuskan secara negatif, tetapi lebih untuk mendapatkan format realitas masa kini, begitulah yang dikatakan Afrizal pada esainya.
Sastra pada masa tahun 90-an terjebak pada permainan permainan politik dan pengaruh kapitalisme yang menjadi raksasa, dengan iklan-iklan yang memikat, para sastrawan harus bekerja keras untuk menulis dan mempertahankan sastra sebagai sastra. Bagaimana tidak, pada masa reformasi hampir semua sastrawan menulis tentang reformasi, apakah itu sastra bukan hanya sebagai catatan tentang reformasi, jauh sebelum reformasi para sastrawan bayak menulis karya-karya yang menggugat rezim yang otoriter yang memicu sengketa-sengketa antara sastra dan politik. Wan Anwar menyarankan sastra agar tidak terpaku terhadap realitas politik atau respon terhadap politik yang terjadi pada saat itu, namun Wan Anwar  mengatakan: “sesungguhnya ada di daerah-daerah yang masih menyimpan kekayaan tradisi, kearifan lokal, dan sejumlah problem yang khas milik lokal-lokal itu”. Sastra monoton menyoroti kebijakan-kebijakan yang dibuat pemerintah untuk kepentingan rakyat, tapi juga mengakat kearifan lokal yang mungkin belum terjamah oleh karya sastra, sehingga sastra Indonesia menjadi lebih luas, tidak hanya mengungkap hal-hal basi yang ada di dalam politik seperti korupsi, nepotisme, kebijakan yang tidak relefan dengan keadaan rakyat, dan lain sebagainya.
Sastrawan seringkali terjerumus oleh pancingan politik dan akhirnya sastrawan atau seniman malah terlibat dalam aktivitas seni yang menunjukan sisi politik daripada ke arah seni keindahan yang menjadi porsi mereka, memang jika bukan sastra yang menjadi penyuara suara rakyat siapa lagi? Anggota wakil rakyat seharusnya yang tau keluh kesah rakyat, tapi semuanya hanya sebuah nama yang didalamnya tidak memiliki arti menunjukan itu wakil rakyat. Dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk penguasa, toh itu yang terjadi pada negara ini memang demikian, bagamana mungkin sastra tidak angkat bicara pada masalah politik yang seperti itu.
Selepas dari kejadian demi kejadian yang memperkeruh keadaan antara politik dan sastra. Sastra seakan tidak bisa membuka sayap untuk terbang tinggi mengejar sastra dunia, bahkan dianggap tidak ada karya yang menjadi aroma harum, sastra Indonesia selalu diwarnai oleh warna-warna hitam tinta politik yang bergejolak  di Negeri ini.
Seharusnya bagaimana sastra lebih berwarna karena di Indonesia masih banyak yang belum terjamah oleh keindahan sastra, menaggapi politik yang selalu mengepung pikiran para sastrawan untuk menyorot sisi-sisi yang memang harus untuk disorot, memang sastra adalah sastra, dan politik adalah politik tidak mungkin ada satu titik terang yang akan mempersatuka keduanya,
 Sejak lahirnya Revormasi sampai saat ini sudah tidak terdengar lagi persengketaan antara politik dan sastra, bahkan sastra seolah tak ingin lagi merespons keadaan yang terjadi dikancah politik saat ini, malah sekarang yang lebih aktif menggembor-gemborkan masalah politik adalah media masa, bahkan banyak sekali pemberitaan yang mengkritik tentang politik, apakah sastrawan seperti Rendra sudah tidak ada lagi?, jika begitu siapa yang akan berteriak lantang menyuarakan suara rakyat.
Dimasa ini orang-orang hanya menganggap sastra hanya sebagai bacaan yang ringan dan menarik untuk dibaca karena mengandung cerita-cerita seperti disinetron, banyak sekali puisi-puisi romantisme, feminisme juga makin mendominasi sastra sekarang ini, hanya saja orang-orang yang mengerti sastra tidak ada yang bergerak dalam penulisan yang mengkritik bagaimana pemerintahan yang menempatkan orang-orang miskin diselokan, seperti yang dikatakan oleh Rendra pada masa Suharto dulu, banyak sekali komunitas-komunitas yang bergerak dibidang sastra, tetapi hanya menulis karya-karya novel best saller yang bertemakan tidak jauh dari cinta, agama, dan cita-cita, memang sangat disayangkan jika manusia-manusia zaman sekarang sudah tidak peduli lagi dengan urusan politik yang mengatur mereka dalam sebuah negara yang mereka tempati ini, hanya memikirkan bagaimana bisa sarapan, bisa makan siang, dan bisa makan malam ditepi pantai, sedangkan masih banyak orang-orang yang tertindas oleh otoritas politik yang membelenggu jiwa, politik merubah ustad menjadi pemimpin partai, artis menjadi wakil gubernur dan wakil rakyat, pengusaha menjadi mentri, dan masih banyak lagi, semenarik itukah politik sekarang, sampai-sampai banyak yang memutar haluan hidupnya demi politik.
Mungkinkah sastrawan jaga ikut dengan tren yang saya sebut tren politik masa kini, dengan gaya politik korupsi tiada akhir, dunia ini seperti sudah diparodikan oleh orang-orang yang bermain peran dalam opera, tidak aneh memang jika orang-orang yang bermain opera parodi seperti ini selalu membuat lelucon yang aneh untuk sebagian orang yang tidak mengerti tentang seni pertunjukan. Yang penting bisa membuat orang tertawa terbahak-bahak, melihat politik bagaikan melihat sinetron yang bisa berubah sesaat, yang tadinya lawan bisa jadi lawan, begitupen sebaliknya. Inilah pekerjaan rumah para cendikiawan dan sastrawan khususnya, untuk beranjak dan langkah kedepan menyuarakan suara-suara yang hilang setelah Rendra meninggal.
Pekerjaan besar yang dihadapi sastra Indonesia pada periode ini adalah bagaimana cara melangkah kedepan dan tidak menunggu polemik kebudayaan yang selalu membuat posisi sastra dilihat oleh khalayak, Sastra Indonesia hanya berjalan ditempat belum ada gerakan yang mampu membuat sastra Indonesia dilirik oleh Negara lain dan bahkan dibaca oleh orang-orang yang ada diluar negeri, hal ini harus dimulai dari aktivitas pembelajaran yang terjadi di sekolah-sekolah sampai tingkat universitas, dalam segala tingkatan sastra digabungkan dengan bahasa Indonesia,  baru dalam tingkatan universitas ada jurusan sastra, di kampus-kampus sastra dianggap sebagai jurusan yang mudah dibandingkan dengan jurusan-jurusan yang lain. Dalam kehidupan sehari-haripun sastra tidak lagi hangat seperti diera 6o-an.
Demikian bagaimana sengketa demi sengketa yang terjadi dalam perjalanan sastra dan politik di Indonesia, tentu saja sastra Indonesia  tidak ingin berjalan ditempat yang itu-itu saja. Mungkin bila nanti politik negara ini sudah seimbang dan membuat rakyat yang berada didalamnya sudah menjadi sejahtera, setidaknya bisa melangkah satu langkah saja dari tahap ini, sastra Indonesia akan ikut melangkah beriring dengan politik yang berjalan. Sesungguhnya perkembangan sejarah sastra dunia pun mengikuti perkemabangan politik dunia, jadi sebetulnya sastra bisa berkembang jika sastrawan terhimpit oleh belenggu politik yang ada disekitar masyarakat.
Esai-esai yang saya baca mengenai sastra dan politik tidak jauh dari persengketaan, dalam esai Wan Anwar berbicara mengenai sebuah respons sekaligus kritik terhadap situasi politik pada era 90-an, serta menyarankan untuk menggali kearifan lokal yang belum terjamah para sastrawan. Sedangkan dalam esai Afizal Malna yang berjudul  “Pembaca Tidak Memesan Sastra Modern”  mengenai semangat pembaruan individualis seorang Rustam Effendi yang telah dijelaskan diatas, dan dalam esai GM menyinggung Manifes Kebudayaan yang berisikan perdebatan sengit antara kubu realis sosialis (LEKRA) dengan kubu Manifes kebudayaan yang sering disebut Manikebu.
Sudah saatnya kita berjalan berdampingan saling menguntungkan, saling berjabat tangan untuk masa depan sastra dan politik bangsa Indonesia yang lebih maju dan dapat diterima oleh masyarakat disemua kalangan, ditengah pluralisme yang ada sastra harus mampu untuk diterima dimanapun.



Serang, Juni 2012

    


 
;