Selasa, 06 Desember 2011 1 komentar

tugas baca linguistik umum


Nama               : Cepi Zaenal Arifin
Nim                 : 2222111101
Kelas               : 1B
Buku               : Ihwal Ilmu Bahasa dan Cakupannya
Pengarang       : Oedin R dan Suherlan

K. Ahli Bahasa dan Tugasnya
Dalam study bahasa, kita tidak dapat mengabaikan peran dan tugas para ahli bahasa, mereka lah yang telah bersusah payah untuk meneliti, mengembangkan, menyelidiki tantang konsep-konsep teori serta pemahaman dalam mengkaji bahasa tersa sangat penting dan bermanfaat bagi kita semua.  Atas jasa dan hasil jerih payah mereka lah kini kita dapat memehami dan mengetahui ilmu yang lebih pasti dan lebih komfrehensif di bidang bahasa.
Awalnya, bahasa dianggap sebagai sesuatu fakta yang biasa dan seolah diabaikan dalam frame keilmuan, kemudian bahasa didekati secara mitos, dan selanjutnya dipahami dalam kerangka tekstual dan sakral keagamaan, serta pada perkembangan berikutnya bahasa dinalar secara filsafat.
Dalam kepahaman awam, terjadi kesalahmengertian atau kesalahpahaman tentang siapa ahli bahasa itu sesungguhnya. Terminologi ahli bahasa (linguis) banyak dipahami sebagaiorang yang mampu menggunakan banyak bahasa. Jadi, seandainya ada orang yang mampu berbahasa dalam banyak bahasa, maka itulah ahli bahasa. Padahal, orang yang demikian bukanlah linguis melainkan boleh jadi dwibahasawan (bilingual) atau multibahasawan (polyglot).
Seorang linguis adalah seorang yang mumpuni secara teoretik dalam hal aspek-aspek bahasa secara universal. Akan tetapi, tidaklah salah jika dikatakan bahwa ada sekian ahli bahasa yang juga mengetahui dan menguasai banyak bahasa.
Syarat menjadi linguis secara mutlak tentutlah bukan kemampuannya secara praktik dalam berbahasa banyak bahasa, melainkan wawasan kebahasaan, kemampuan menganalisis, dan penguasaan metodologis ketika mengkaji bahasa-bahasa yang ada dan dipakai oleh manusia. Seorang linguis harus pula mampu mendeskripsikan bahasa-bahasa yang diteliti sehingga dapat mengungkap dan memberikan hakikat, ciri, dan klasifikasi bahasa. Seorang linguis bermula dari parole, untuk selanjutnya mencari pemahaman langue, dan secara universal membongkar hakikat langangage.

Syarat menjadi linguis menurut penulis dapat diformulasikan  menjadi 5M, yakni sebagai berikut.

1)      Minat terhadap bahasa
Seorang linguis harus memilki minat yang tinggi untuk meneliti bahasa. Dalam meneliti bahasa, linguis tidak memilki sikap bahasa yang negatif atau prejudisme tertentu kepada sesuatu bahasa. Maksudnya, seorang linguis tidak boleh memiliki persepsi dan penilaian bahwa bahasa tertentu lebih baik /lebih bergengsi atau lebih sulit daripada bahasa lain.

2)      Memilki pengetahuan dan wawasan kebahasaan
Seorang linguis harus memilki pengetahuan dan wawasan yang luas berkaitan dengan berbagai aspek bahasa. Pengetahuan tersebut sangat berguna sebagai modal ketika meneliti dan mendeskripsikan bahasa.

3)      Mampu meneliti
Dalam konteks penelitian, linguis pun harus mampu meneliti dan mendeskripsikan kerangka metode penelitian dan hasil penelitian (hasil analisisnya). Tujuan akhir seorang linguis adalah mendeskripsikan hakikat bahasa secara universal.



4)      Mengetahui manfaat
Seorang linguis harus memilki kesadaran mengenai aspek manfaat atau nilai dari pekerjaannya sebagai seorang peneliti bahasa. Manfaat atau nilai tersebut dapat berkait dengan manfaat secara keilmuan maupun manfaat pragmatis (fungsional) untuk berbagai kepentingan.

5)      Menguasai prinsip dan kaidah ilmu
Linguis harus mengethui dan menerapkan kaidah ilmu, terutama berkaitan dengan penguasaan dan pelaksanaan observasi, klasifikasi, pengumpulan data bahasa, analisis data bahasa, dan pembuatan inferensi.

Adapun tugas-tugas linguis dalam konteks penlitian dan keilmuan ialah sebagai berikut:

1)      Membuat definisi dan mendefinisikan aspek terminologis yang berkait dengan bahasa. Seorang linguis memiliki tugas mendeskripsikan berbagai konsep, isltilah atau terminologi dalam teori bahasa. Deskripsi tersebut bernilai penting untuk keajegan dan kejelasan berbagai definisi yang dipakai dalam kepentingan keilmuan.
2)      Mengklasifikasi. Seorang linguis harus mengklasifikasi data temuan yang akan dianalisis sehingga menghasilkan deskripsi klasifikasi hasil analisis.
3)      Inferensi. Seorang linguis bertugas membuat inferensi atau simpulan mengenai data bahasa (korpus) yang dianalisis. Inferensi yang dihasilkan mungkin berupa pengujian atau eksperimen suatu teori terhadap suatu gejala (prinsip deduksi) atau penemuan teori baru hasil penelitian terhadap suatu gejala (prinsip) induksi.
4)      Informasi. Seorang linguis bertugas mendeskripsikan informasi yang dihasilkan dari hasil kerja analisisnya. Informasi tersebut berupa informasi keilmuan yang dapat dipublikasikan atau disampaikan melalui berbagai macam bentuk , media, dan forum.
5)      Penelitian. Seorang peneliti bertugas meneliti bahasa, baik dalam posisi menguji kebenaran hasil penelitian sebelumnya terhadap aspek bahasa yang pernah diteliti atau dalam posisi melanjutkan penelitian terhadap bahasa yang pernah diteliti sebelumnya. Atau juga meneliti bahasa yang bemun pernah diteliti.
6)      Membuat model. Seorang linguis bertugas membuat model yang ditujukan untuk memberi kerangka dan sistematika dalam penelitian bahasa. Model yang dibuat tersebut harus berlaku universal dan berfungsi menyederhanakan dan memperjelas deskripsi dan analisis.
7)      Penyempurnaan. Seorang linguis bertugas menyempurnakan teori dan deskripsi sehingga linguistik selalu progresif dan ditunjang oleh deskripsi dan analisis yang makin sempurna.

Dengan kata lain, berdasarkan uraian itu tugas pokok seorang linguis dapat disimpulkan sebagai berikut.
1)      Tugas deskriptif dan eksplanatif, yakni memberikan gejala kebahasaan dan menerangkannya.
2)      Tugas prediktif dan pengembangan, yakni tugas mempraduga dalam bentuk hipotesis yang selanjutnya diuji secara ilmiah. Melalui langkah prediksi akan dihasilkan teori, dan teori yang dihasilkan sekaligus juga menjadi langkah mengembangkan ilmu bahasa.
3)      Tugas kontrol, yaitu mengontrol masalah dan mengontrol hasil yang didapat setelah seorang linguis melakukan penelitian kebahasaan.

L. Tataran Gramatikal

Telah diketahui bahwa linguistik sebagai sebuah ilmu memilki objek berupa bahasa. Lebih konkretnya lagi bahasa yang dimaksud tersebut berupa parole (ujaran). Linguistik merupakan disiplin ilmu yang mengkaji bahasa manusia yang berupa tuturan dalam suatu bahasa. Dengan demikian, data yang dijadikan korpus untuk kepentingan penelitian ilmu bahasa ialah bahasa yang dipakai manusia untuk berinteraksi, bekerja sama, dalam suatu lingkup kebudayaan tertentu. Linguistik menjadikan bahasa lisan sebagai data primer, sedangkan bahasa tulis sebagai data sekunder.
Dalam kerangka memudahkan analisis atau kajian bahasa, para ahli bahasa (linguis) membuat tataran-tataran bahasa atau linguistik. Tataran-tataran yang dibuat tersebut bahkan menjadi rumpun atau subdisiplin tersendiri.

1.  Satuan-satuan Gramatikal
Dalam kajian linguistik, selain kita diperkenalkan kepada istilah tataran linguistik juga kita diperkenalkan ke dalam istilah satuan-satuan bahasa atau satuan-satuan gramatikal. Satuan-satuan bahasa yang dimaksud adalah unsur-unsur pembentuk bahasa, baik unsur segmental maupun unsur suprasegmental.
Unsur segmental berwujud fonem, morfem, kata, frasa, klausa, kalimat, dan wacana. Adapun unsur suprasegmental berwujud nada, tekanan, intonasi, dan jeda.
Unsur-unsur pembentuk bahasa tersebut membentuk suatu kesatuan yang sistemis dan sistematis, dan dikaji dalam cabang linguistik (tataran linguistik) dan relevan.Unsur-unsur berupa fonem, morfem, kata, frasa, klausa, kalimat, dan wacana lazim pula disebut dengan istilah satuan gramatikal atau tataran gramatikal. Dikaitkan dengan kajian linguistik, satuan gramatikal akan menjadi satuan terbesar atau terkecil dalam tiap tataran linguistik.
Dalam ilmu bahasa (linguistik), kita mengenal bahwa dalam suatu bahasa terdapat satuan-satuan berwujud fonem, morfem, kata, frasa, klausa, dan kalimat, serta wacana. Perhatikanlah penjelasan mengenai pengertian istilah-istilah tersebut berikut ini.

a.  Fonem
Dalam ilmu bahasa, fonem merupakan satuan terkecil yang berfungsi membedakan makna. Fonem dalam suatu bahasa merupakan seperangkat unsur-unsur terbatas yang dapat difungsikan untuk membentuk ujaran dalam bentuk tak terbatas. Jumlah dan jenis fonem (cara produksi fonem itu dihasilkan) setiap bahasa tidak sama. Ada bahasa yang jumlah fonemnnya banyak, dan ada pula bahasa yang jumlah fonemnya sedikit.
Sekaitan dengan jumlah fonem dalam bahasa Indonesia yang mempunyai enam buah fonem vokal, ada pakar yang menyatakan bahwa jumlah fonem dalam bahasa Indonesia seluruhnya ada 24 buah, yang terdiri atas enam buah fonem vokal (yakni a, i, u, e, dan o), dan 18 buah fonem konsonan (yakni, p, t, c, k, b, d, j, g, m, n, ny, ng, s, h, r, l, w, dan y).
Pengetesan untuk membuktikan keberadaan fonem dalam suatu bahasa dapat dilakukan dengan cara mencari pasangan minimal (minimal pairs). Kaitannya dengan tataran ilmu bahasa, fonem merupakan satuan linguistik yang dipelajari dalam fonologi, yakni ‘ilmu bunyi’.

b.  Morfem
Morfem merupakan satuan linguistik yang tidak dapat diurai, dipisah, atau disegmentasi menjadi bagian yang lebih kecil lagi. Didalam sebuah percakapan sering didapati satuan yang mengandung dua buah morfem. Contoh satuan, “beruntung”, yakni morfem ber- (morfem terikat berbentuk afiks) dan untung (morfem bebas). Satuan ber- dan untung tidak dapat diurai / dipisah / disegmentasikan menjadi satuan lain yang lebih kecil. Morfem merupakan satuan yang dikaji dalam tataran ilmu bahasa yang disebut morfologi.

c.  Kata
            Kata merupakan satuan linguistik yang relatif bebas karena telah memilki makna utuh / pengertian sendiri. Dikatakan memilki makna utuh karena kata dapat hadir dalam pemakaian bahasa dengan perangkat makna yang lengkap. Secara sederhana, meskipun tidak mutlak makna suatu kata biasanya dapat disebut sebagai makna leksikal, yakni makna yang terdapat pada kamus. Kta merupakan satuan yang bersama-sama dengan morfem termasuk ke dalam wilayah kajian morfologi. Perbedaanny6a dapat dirumuskan oleh pernyataan bahwa morfem merupakan satuan terkecil dalam morfologi, sedangkan kata merupakan satuan terbesar.

d.  Frasa
            Frasa merupakan satuan linguistik yang terdiri atas gabungan kata yang tidak predikatif dan dapat menduduki salah satu fungsi dalam kalimat. Frasa dalam tataran ilmu bahasa termasuk ke dalam wilayah kajian sintaksis.

e.  Klausa
            Klausa merupakan satuan linguistik yang sekurang-kurangnya terdiri atas fungsi Subjek (S) dan Predikat (P), dan berpotensi menjadi kalimat. Karena sesungguhnya klausa jika diberi intonasi final (dalam konvensi tulis berupa tanda baca titik, tanda seru, dan tanda tanya) akan berubah menjadi satuan kalimat. “Aku tunggu di taman!”, ujaran tersebut memang merupakan kalimat, tetapi jika ditulis menjadi Aku tunggu di taman, yakni diawali dengan bukan huruf kapital dan tanpa ada penanda intonasi akhir statusnya ialah klausa. Mengapa klausa? Karena sebuah kalimat mesti diakhiri dengan intonasi akhir. Kontruksi aku tunggu di taman dapat berpotensi menjadi kalimat berita (deklaratif), kalimat tanya (interogatif), dan kalimat seruan  perintah larangan atau suruhan (imperatif). Pembicaraan mengenai klausa masih merupakan bagian dari tataran ilmu bahasa yang disebut sintaksis.

f.  Kalimat
            Kalimat merupakan satuan linguistik yang secara relatif berdiri sendiri, memiliki intonasi vokal, dan secara potensial atau aktual terdiri atas klausa, serta mengandung pokok pikiran yang lengkap. Kalimat merupakan satuan yang ditandai intonasi akhir dan mengandung pokok pikiran yang lengkap. Hanya tentu saja, berdasarkan kelengkapan fungsi kalimatnya ada yang berkontruksi Subjek dan Predikat, serta ada pula yang hanya berkontruksi Predikat. Pembicaraan mengenai kalimat masih termasuk wilayah pembicaraan sintaksis sebagaimana satuan frasa dan klausa.

g.  Wacana
            Wacana merupakan satuan linguistik yang terdiri atas rangkaian ujaran (kalimat) yang saling berhubungan dan mengungkapkan satu pokok pikiran tertentu. Wacana merupakan satuan linguistik terbesar dan paling lengkap unsurnya. Wacana tidak hanya didukung oleh unsur-unsur segmental dari suatu bahasa seperti kalimat, morfem, dan fonem, tetapi juga didukung oleh unsur nonsegmental dan suprasegmental, seperti situasi, ruang, waktu pemakaian, tujuan pemahaman bahasa, pemakai itu sendiri, intonasi, tekanan, makna, dan perasaan berbahasa.
            Sebuah penggalan percakapan merupakan contoh wacana karena wacana dapat diwujudkan dalam bentuk karangan yang utuh, seperti buku, cerita pendek, novel, percakapan, paragraf, karangan, kalimat, dan kta yang membawa amanat yang lengkap. Sebenarnya, pembicaraan mengenia wacana masih merupakan wilayah sintaksis. Akan tetapi, kemudian muncul apa yang disebut analisis wacana (discource analysis) sebagai disiplin ilmu baru yang mengkaji bahasa bukan hanya berkaitan dengan aspek gramatikal semata, tetapi juga berkaitan dengan aspek di luar bahasa yang terlibat dalam tuturan. Selanjutnya, wacana erat berkaitan dengan ilmu pragmatik dan sosiolinguistik.


2.  Hubungan Antarsatuan Gramatikal
            Hubungan antarsatuan gramatikal dapat bersifat normal, yakni satuan yang lebih rendah merupakan konstituen dari kontruksi yang satu tingkat lebih tinggi. Akan tetapi, dalam bahasa terdapat hubungan yang lain sifatnya.

a.  Pelompatan Tingkat
            Merupakan pengisian oleh satuan gramatikal sebagai kostituen dalam tingkat yang sekurang-kurangnya dua jenjang lebih tinggi.

b.  Pelapisan
            Pelapisan merupakan penggunaan satuan gramatikal sebagai konstituen dalam tingkat yang sama.

c.  Penurunan Tingkat
            Penurunan tingkat merupakan pengisian satuan gramatikal bertingkat lebih tinggi sebagai konstituen dalam tingkat yang lebih rendah.


3.  Hubungan Antarkonstituen
            Setiap kontruksi, baik kata, frasa, klausa, kalimat, maupun wacana disusun oleh beberapa konstituen. Jenis satuan-satuan yang menjadi konstituen dan macam hubungan antara konstituen-konstituen pembentuk kontruksi mempunyai peranan dalam menandai perbedaan di antara berbagai kontruksi.
a.  Hubungan Pewatasan
            Hubungan pewatasan disebut juga hubungan modifikasi , hubungan berpusat, atau hubungan endosentris. Dalam kontruksi yang memilki hubungan pewatasan terdapat induk (head) dan konstituen (pewatas). Dalam hubungan pewatasan, distribusi gramatikal konstituen secara keseluruhan sama dengan distribusi konstituen lainnya.

b.  Hubungan Tak Berpusat
            Hubungan tak berpusat disebut juga hubungan eksosentris merupakan hubungan antarkonstituen yang ditandai oleh ketidaksamaan distribusi kontruksi sebagai keseluruhan dengan distribusi gramatikal konstituennya yang manapun.

c.  Hubungan Pembawahan
            Hubungan pembawahan atau hubungan subordinasi merupakan hubungan antarkonstituen yang ditandai oleh ketergantungan suatu konstituen terhadap konstituen lain dalam suatu kontruksi.
            Hubungan pembawahan, misalnya terdapat pada kontruksi endosentris, yang menunjukkan hubungan konstituen induk dan konstituen pewatas. Konstituen induk dapat disebut  sebagai konstituen atasan dan konstituen pewatas dapat disebut sebagai konstituen bawahan.
            Selain terdapat pada kontruksi endosentris, hubungan pembawahan juga terdapat dalam kalimat di antara dua klausa. Satu klausa menjadi konstituen atasan, sedangkan klausa yang lainnya merupakan klausa bawahan. Klausa bawahan biasanya ditandai oleh konjungsi subordinatif atau partikel penghubung pembawahan, seperti bahwa, agar, seandainya, sehingga, seperti, bilamana, ketika, kalaupun, selama, dan lain-lain.

d.  Hubungan Koordinatif
            Hubungan koordinatif merupakan hubungan yang menyambungkan konstituen-konstituen dengan fungsi gramatikal yang setara dalam kontruksi yang berfungsi sebagai satu satuan. Konstituen itu dapat berupa klausa, frasa, atau kata. Penyambungan pada umumnya dilakukan dengan bantuan partikel penghubung atau kadang-kadang juga tanpa partikel penghubung, melainkan dengan urutan atau unsur suprasegmental saja.

e.  Hubungan Tanpa Partikel atau Hubungan Parataksis
            Hubungan tanpa partikel atau oleh Hartmann dan Stork (1972) disebut sebagai hubungan parataksis. Hubungan tersebut merupakan hubungan yang bersifat renggang. Dalam hubungan parataksis tidak terdapat penggunaan partikel penghubung secara eksplisit.











M. Cabang-cabang Ilmu Bahasa
                              
          Cabang atau tataran analisis bahasa meliputi: (i) fonologi (ilmu mengenai bunyi); (ii) morfologi (ilmu mengenai pembentukan kata); (iii) sintaksis (ilmu mengenai kalimat); dan (iv) semantik (ilmu mengenai makna). Masing-masing tataran analisis bahasa tersebut memilki satuan bahasa (satuan gramatikal) sebagai satuan yang dipakai sebagai dasar analisisnya.
            Fonologi memilki satuan bahasa yang berupa fonem; morfologi memilki satuan bahasa yang berupa morfem dan kata; sintaksis memilki satuan bahasa yang berupa frasa, klausa, dan kalimat. Kecuali tataran fonologi, semua tataran analisis bahasa itu selalu berhubungan dengan makna (semantik).

A.  Fonologi
            Chomsky dan Halle (1968) mengungkapkan bahwa fonologi adalah “piranti penafsir” yang menjembatani struktur luar (surface structure) dengan bentuk fonetisnya. Fonologi merupakan cabang atau tataran ilmu bahasa yang membicarakan mengenai bunyi dan fonem.

  Ruang Lingkup Fonologi
Secara sederhana, materi bidang fonologi dalam kajian ilmu bahasa dapat dirumuskan sebagai berikut:
1)      fonetik dan fonemik;
2)      pengenalan alat ucap;
3)      proses terjadinya bunyi bahasa atau mekanisme ujaran;
4)      klasifikasi bunyi: fonem vokal dan konsonan, fonem kluster dan diftong;
5)      unsur suprasegmental; dan
6)      silabel (suku kata).


B.  Morfologi
            Morfologi merupakan cabang atau tataran ilmu bahasa yang bersama-sama dengan sintaksis termasuk ke dalam gramatika atau tata bahasa. Morfologi berasal dari kata bahasa Inggris, yaitu kata morphology, yang berarti ilmu tentang morfem. Morfologi awalnya disebut sebagai morphemics, yang diambil dari bahasa Grieka. Istilah morfologi berpadanan dengan kata dalam bahasa Jerman, yakni formenlehre yang dalam bahasa Inggris berarti the study of form.
            Crystal (1992) mendefinisikan morfologi sebagai “the branch of grammar which studies the structure of words” (morfologi merupakan cabang gramatika/ tata bahasa yang mengkaji struktur kata).

  Ruang Lingkup Morfologi
            Ruang lingkup materi pembahasan morfologi meliputi hal-hal sebagai berikut:
1)      morfem dan cara mengidentifikasinya;
2)      morf dan alomorf;
3)      klasifikasi morfem; dan
4)      kata: hakikat, klasifikasi; serta cara pembentukannya;
a.  proses morfologis; dan
b.  morfofenemik.


C.  Sintaksis
          Istilah sintaksis secara langsung terampil dari bahasa Belanda syntaxis. Dalam bahasa Inggris digunakan istilah syntax. Pateda (1994), menyatakan bahwa sintaksis berasal dari kata Yunani (sun = “dengan” + tattein “menempatkan”). Jadi, kata sintaksis secara etimologis berarti menempatkan bersama-sama menjadi kelompok kata atau kalimat.

  Ruang Lingkup Sintaksis
            Ruang lingkup pembahasan sintaksis meliputi hal-hal sebagai berikut:
1)      alat sintaksis;
2)      satuan-satuan sintaksis;
3)      jenis dalam satuan-satuan sintaksis; dan
4)      analisis sintaksis.


D.  Semantik
            Kata semantik sebenarnya merupakan istilah teknis yang mengacu pada studi tentang makna (‘arti’, yang dalam bahasa Inggris disebut meaning). Istilah ini merupakan istilah baru dalam bahasa Inggris.
            Istilah semantik berpadanan dengan kata semantique dalam bahasa Prancis yang diserap dari bahasa Yunani dan diperkenalkan oleh M. Breal. Di dalam kedua istilah itu (semantics dan semantique), sebenarnya semantik belum tegas membahas makna sebagai objeknya sebab yang dibahas lebih banyak yang berhubungan dengan sejarahnya.
            Coseriu dan geckeler menyatakan bahwa sekurang-kurangnya ada tiga istilah yang berhubungan dengan semantik, yaitu: (i) linguistic semantics; (ii) the semantics of logicians; dan (iii) general semantics.
           
  Ruang Lingkup Semantik
            Objek semantik ialah makna. Sebagai sebuah disiplin ilmu, semantik memiliki ruang lingkup kajian sebagai berikut:
1)      pengertian semantik;
2)      jenis semantik;
3)      kedudukan semantik dalam semiotik;
4)      hubungan semantik dengan disiplin ilmu lain;
5)      pengertian makna;
6)      jenis-jenis makna;
7)      perubahan makna;
8)      hubungan makna dalam gaya bahasa, peribahasa, dan ungkapan;
9)      hal-hal yang berkait dengan relasi makna, seperti antonim, hiponim, homonim, polisemi, sinonim, dan medan makna; dan
10)  Cara menganalisis makna.



 
;